Rabu, 31 Maret 2010

HAMBATAN DAN TANTANGAN INDUSTRI PERBENIHAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN
1. Latar belakng
Salah satu tujuan terpenting dalam pembentukan Undang-undang No. 29 Th. 2000 Tentang Perlindungan VarietasTanaman adalah membangun industr perbenihan dan perbibitan swasta nasional, yang mampu memanfaatkan potensi bangsa secara keseluruhan, yaitu potensi keanekaragaman biogeofisik dan sosial budaya bangsa bagi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat tani di pedesaan dan di kota. Sudah barang tentu undang-undang tersebut mendorong tumbuhnya kreativitas bangsa dalam menghasilkan terciptanya varietas-varietas unggul baru berbagai komoditi pertanian berdaya saing tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri untuk tanaman pangan, holtikultura, kehutanan, perikanan dan peternakan, serta tanaman perkebunan. Undang-undang tersebut juga memberikan suasana kondusif bagi investasi di bidang industri perbenihan dan pembibitan swasta nasional.
Sektor pertanian, sebagaimana telah terbukti, merupakan sektor penopang stabilitas perekonomian makro kita. Sektor pertanian pun sebenarnya merupakan sektor penciptaan nilai yang besar dan apabila diupayakan sebagaimana mestinya akan terwujud terjadinya pertanian nasional yang maju dengan produk-produk berdaya saing tinggi. Visi pembangunan pertanian yang dibangun oleh Departemen Pertanian sampai dengan tahun 2025, bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pertanian melalui sistem pertanian industrial. Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan salah satu industri hulu di sektor pertanian praproduksi, yang berperan sangat menentukan keberhasilan sektor pertanian secara keseluruhan, termasuk industri pasca panen, seperti industri pangan dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya dan memasarkannya, baik dalam satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya, seperti: penangkar benih dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional secara bijak dan lestari. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan upaya mendasar dalam pembangunan sektor pertanian keseluruhan. Sebab benih dan bibit varietas unggul bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk suatu usaha tani, baik itu usaha tani besar maupun usaha tani kecil. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan landasan yang baik bagi proses produksi dan industri pangan dan industri lainnya yang berbasis produk pertanian.
Produk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional yang unggul dan berkualitas tinggi serta murah akan menjamin keuntungan dan memperkecil resiko bagi petani produsen, baik itu dari usaha tani kecil ataupun besar (komoditi pangan dan komoditi lainnya). Bagi petani tanaman pangan penggunaan benih/ bibit unggul yang spesifik wilayah dari produk industri benih, akan memberikan jaminan keuntungan bagi usaha taninya. Dengan demikian upaya tersebut meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para petani di desa-desa, serta membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa.
Namun demikian, khusus untuk komoditi tanaman, sekalipun UU No. 29 Pusat Perlindungan Varietas Tanaman telah bertugas selama kurang lebih 4 tahun terakhir, kenyataan menunjukkan jumlah varietas unggul yang diusulkan untuk dilindungi di Kantor Pusat PVT relatif masih sedikit, sekalipun dalam tahun yang sedang berjalan ini tendensinya menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah varietas yang didaftarkan untuk dilindungi. Sebagian besar varietas yang akan dilindungi tersebut bersal dari industri benih multinasional. Industri perbenihan swasta nasional nampaknya belum bangkit seperti yang diharapkan. Demikian juga varietas unggul produk kelembagaan penelitian milik Pemerintah masih sedikit yang diajukan untuk dilindungi.
Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi pembangunan pertanian dan khususnya para petani produsen, serta menghambat upaya pengentasan kemiskinan di kalangan petani produsen usaha tani kecil. Pembangunan dan pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tingkat menengah dan kecil perlu dipacu. Sementara itu impor benih cenderung meningkat dan industri benih multinasional berupaya mendominasi pasar benih dalam negeri. Belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional perlu dicari kendalanya. Demikian juga penyebab masih sedikitnya produk pemuliaan lembaga penelitian pemerintah yang didaftarkan untuk dilindungi. apabila diupayakan sebagaimana mestinya akan terwujud terjadinya pertanian nasional yang maju dengan produk-produk berdaya saing tinggi.

II. KONDISI SISTEM PERBENIHAN DI INDONESIA
Kondisi sistim benih indonesia berkaitan dengan kebijakan, legislasi dan kelembagaan perbenihan dirangkum dalam 2 hal yaitu:
a. Kekuatan (faktor penghela atau pendorong) dalam aspek kebijakan, legislasi dan kelembagaan antara lain :
• Kebijakan peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan lebih terdesentralisasi, kebijakan multilateral yangmenuntut peningkatan produktivitas,efisiensi dan mutu produk
• Undang-undang system budidaya tanaman (Nomor 12/1992), Peraturan Pemerintah Nomor 44/ 1995 tentang perbenihan, dan peraturan lain yang terkait untuk fasilitas penerapan sertifikat benih
• Perubahan paradigma penelitian dan pengembangan dari lembaga pemerintah (Badan Litbang Pertanian) dengan program pemuliaan tanamannya yang produktif mengarah pada inovasi, komersialisasi dan komunikasi.
• Pembentuk an Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Pusat Standarisasi & Akreditasi (Pertanian), Direktorat Perbenihan Hortikultura, Balai Pengawasan dan Sertifikat Benih (lab. benih, analis benih, pengawas benih) yang tersebar diseluruh negeri
• Penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme dan ISTA Rules sebagai mekanisme pengendalian mutu dan daya saing produk.
• Akreditasi lab uji benih, pembentukan Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dalam produksi benih, dan inisiasi sertifikasi system mutu dari perusahaan-perusahaan benih yang membuka alternatif pengawasan mutu melalui penerapan manajemen mutu.
• Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HaKI), perlindungan terhadap varietas tanaman (PVT), pembentukan Direktorat Patent (Ditjen HKI, Deperindag) dan KP-KIAT (Kantor Pengelolaan Kekayaan Intelektualdan Ahli Teknologi) di UPT-UPT yang memacu komersialisasiteknologi
• Pelaksanaan program pembinaan lab dan perlindungan HaKI oleh Kantor Menteri Negara Riset dan eknologi yang membantu pengembangan lab terakreditasi (ISO 17025) dan pengusulan patent untuk hasil-hasil penelitian.
• Peluang bisnis benih yang sangat feasible. Volume permintaan (market size) benih sangat menarik, missal volume pasar untuk benih padi mencapai lebih dari 200.000 ton/tahun (Nugraha, 2000), dan cukup banyak jenis dan volume benih hortikultura yang diimpor setiap tahun.

b. Kelemahan (faktor penghambat) antara lain :

1) Umum
• Terdapat kerancuan persepsi mengenai sertifikat benih, OECD Scheme, ISTA Rules yang menghambat perkembangan industri benih. Beberapa prinsip sertifikat benih tidak diterapkan, reproducibility hasil uji laboratorium belum mendapatkan perhatian yang memadai. Tidak terdapat pemilihan antara mekanisme produksi benih komersial dengan produksi benih untuk rescue programs (missal antisipasi kekeringan, penanggulangan eksplosi hama). Akibatnya, penerapan sertifikat benih belum mampu memberikan jaminan mutu sebagaimana mestinya.
• Belum terdapat kebijakan yang jelas mengenai pemilihan peranan antara sector swasta dengan pemerintah dengan perbenihan. Pemerintah bersaing dengan swasta dalam produksi dan distribusi benih komersial, padahal partisipasi swasta juga ingin ditingkatkan. Inisiasi upaya perbaikan dari kelemahan ini telah mulai tampak.
• Implementasi kebijakan pembangunan pertanian, masih sangat terfokus pada peningkatan kualitas produk. Komitmen terhadap kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu produk pertanian baru mulai tampak jelas dalam beberapa tahun terakhir.
• Perlindungan HAKI (hak atas kekayaan Intelektual), masih lemah, perlindungan varietas tanaman belum efektif menyebabkan partisipasi swasta dalam penelitian (pemuliaan) dan dalam industri benih sangat terbatas.
• Beberapa peraturan perundangan terlalu ketat dan tidak practicable dan kontradiktif. Contoh: dalam Undang-undang no.12/1992 semua benih bina (varietas unggul) yang diperdagangkan harus disertifikasi tanpa memperhatikan skala, komersialisasinya; sertifikat benih (berdasarkan OECD Scheme) merupakan satu-satunya mekanisme pengawasan mutu dalam produksi dan distribusi benih, padahal telah terbit PP 15 1991, Keppres 12/1992, SK Mentan 303/1994 tentang standardisasi yang membuka peluang penerapan manajemen mutu
2) R & D : plasmanutfah dan pelepasan varietas
• Perlindungan dan pengelolaan (terutama karakterisasi, dokumentasi dan konservasi) plasma nutfah masih lemah. Ketersediaan plasma nutfah untuk pemuliaan menjadi lebih terbatas.
• Pengembangan varietas oleh lembaga penelitian milik pemerintah belum banyak berorientasi pasar, sehingga volume permintaan benih dari banyak varietas tidak feasible secara komersial karena varietasnya kurang sesuai dengan preferensi pasar.
• DUS (distinctness, uniformity, stability) test belum diterapkan dalam evaluasi varietas. Tanpa DUS, varietas akan sulit diidentifikasi secara objektif sehingga akan menimbulkan masalah dalam sertifikat benih dan dalam perlindungan varietas tanaman.
• Penyusunan dan revisi berkala terhadap daftar varietas komersial atau varietas yang layak untuk belum dilaksanakan secara efektif. Sertifikasi benih diterapkan terhadap semua varietas (komersial dan non komersial) tanpa memperhatikan kelayakannya, sehingga menimbulkan inefisiensi.
• Kegiatan produksi dan penyimpanan BS (breeder seed) dari varietasvarieats yang telah dilepas sangat lemah, fasilitas sangat tidak memadai sehingga kontinuitas ketersediaan BS bagi produsen benih tidak terjamin.
• Mekanisme pengendalian mutu dalam produksi dan distribusi BS belum mengikuti jalur formal (sertifikasi benih berdasarkan OECD Scheme, ISTA Rules atau system mutu ISO seri 9000), sehingga belum mampu menunjukkan jaminan mutu.
3) Produksi dan pemasaran
• benih bersertifikat masih Efisiensi produksi rendah. Nisbah anatara volume benih lulus uji lab dengan luas tanaman lulus inspeksi lapangan sangat rendah dan beragam. Untuk FS, SS dan ES kedelai di Jawa pada MK 93 dan MH 93/94 berkisar antara 23 kg/ha – 1500 kg/ha dan untuk padi MK 97 dan MH 97/98 berkisar antara 1,10 ton/ha – 5,82 ton/ha (Nugraha, 2000), sehingga belum memadai untuk menghadapi persaingan sehat dalam bisnis.
• Penyebab rendahnya efisiensi adalah produktivitas (seed yield) rendah,
pembatalan kontrak sepihak oleh penangkar karena harga calon benih tidak menarik, penjualan sebagai calon benih untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (khusus kasus di BBI, BBU), dan pengendalian mutu tidak efektif (tingkat ketidak-lulusan tinggi)
• Pada tahun 2000, total produksi benih padi (ES) diperkirakan mencapai 38% dari kebutuhan (lebih dari 90.000 ton/tahun), dan hanya sekitar 8 varietas yang penyerapan pasarnya (annual seed sale) lebih dari 1800 ton/tahun (PT, SHS, 1999)
4) Pengawasan dan pengendalian mutu
• Beberapa prinsip dari sertifikasi berdasarkan OECD Scheme seperti evaluasi kelayakan varietas untuk sertifikasi, penentuan kelas benih, verifikasi varietas dalam produksi benih (BS, FS, SS, dan ES), dan sealing belum diterapkan secara lugas.
• Beberapa prinsip dalam pengujian mutu benih berdasarkan ISTA Rules seperti standardisasi metode (validitas, reproducibility), sealing, standardisasi alat, lab acuan yang terakreditasi, dan efisiensi pengujian belum mendapatkan perhatian yang memadai.
• Penerapan sertifikasi benih tanpa memperhatikan feasibility-nya, dan tanpa dikaitkan dengan kaidahkaidah komersialisasi.
• Efisiensi pengendalian mutu internal masih rendah seperti terlihat dalam tingkat kel ulusan inspeksi lapangan dan kelulusan uji lab yang rendah. Untuk benih padi (kelas ES), kelulusan inspeksi lapangan berkisarantara 78 – 86 %, dan kelulusan uji lab antara 73 – 99 % (Nugraha, 2000).
• Penerapan sistem standardisasi nasional dalam produksi benih, misal sertifikasi sistem mutu berdasarkan ISO seri 9000) belum secara lugas, missal LSSM dan lab uji belum diakreditasi, kompetensi personel dan mutu produk belum teruji, sehingga jaminan mutu belum dapat diharapkan.
III. KELEMBAGAAN BENIH DI INDONESIA
Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan benih bermutu mempunyai peranan yang menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Untuk mendapatkan benih bermutu diperlukan penemuan varietas unggul yang dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman yang diselenggarakan antara lain melalui kegiatan pencarian, pengumpulan, dan pemanfaatan plasma nutfah baik di dalam maupun di luar habitatnya dan atau melalui usaha introduksi dari luar negeri. Benih dari varietas unggul, untuk dapat menjadi benih bina, terlebih dahulu varietasnya harus dilepas.
Produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan diedarkan harus diberilabel. Di Indonesia sebenarnya telah banyak lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang perbenihan. Namun, peran serta dari lembaga pemerintah ini masih harus perlu dipertanyakan. Banyak permasalahan timbul dari lembaga-lembaga berplat merah, walaupun beberapa diantaranya telah berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Sekali lagi masalah perbenihan di Indonesia tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Karena peran kelembagaan bidang perbenihan tanaman banyak mendukung keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia diantaranya adalah:
• Beberapa lembaga yang diperlukan untuk menerapkan sertifikasi benih dengan efektif tidak tersedia, missal Lab Acuan yang diakreditasi oleh ISTA, lembaga yang menangani variety maintenance dan foundation seed program. Akibatnya, kontinuitas ketersediaan benih sumberuntuk produksi ES tidak terjamin.
• Beberapa lembaga yang diperlukan untuk mendukung penerapan system standarisasi nasional dalam produksi benih belum terbentuk, missal Lembaga Sertifikasi Personel, Lembaga Sertifikasi Produk, dan Laboratorium Acuan terakreditasi.

Beberapa lembaga perbenihan di indonesia adalah sbb:
1. Lembaga pemerintah
 BPSPB
 BUMN (Balitserial,PT,Sanghiang seri.)
2. Lembaga swasta.
 PT. Pena merah
 PT.Tanindo Subur indonesia
 PT. Singngenta
 PT. Dupon Indonesia
 PT. Inonsanto.
 PT. Bayer.

IV. INDUSTRI BENIH
Sektor industri sebagaimana yang dimaksud dalam APBN adalah usaha industri yang berciri ekonomi masyarakat sebagai penggerak ekonomi melalui pemerataan pembangunan,menetapkan program penghapusan kemiskinan serta memperluas kesemptan kerja dan kesempatan berusaha. Dengan demikian usaha pengembangan ektor agroindustri akan dapat mempercepat pengentasan kemiskinan yang dirasakan masyarakat indonesia saat ini.
Dampak langsung dari pengembangan agroindustri adalah kebutuhan bibit yang sangat tinggi,secara komvensional kebutuhan tersebut sulit dipenuhi secara cepat. Dinegara maju,aflikasi teknologi baru seperti penggunaan benih sintetik telah dirasakan manfaatnya.
Industri benih merupakan syarat penting bagi pertanian tanggu yang berorentasi pasar. Industri merupakan tahap akhir perkembangan perbenihan dan termasuk dalam kelompok agribisnis. Disebut ndustri menurut sadjad (1997),karena prosesnya berawal dari produk yang belum siap pakai dn berakhir menjadi produk siap pakai yang berupa benih suatu varietas tanaman.selanjutnya dinyatakan sebagai industri hilir,industri benih menghadapi permintaan benih berkualitas yang bersumber dari permintaan pasar untuk suatu komoditas dengan syarat syarat tertentu.
Dalam pertanian maju,benih memegang peranan penting sebagai sistim penyalur(”deliveri sistem”) atau pembawa teknologi baru (”carrier of new teknologi”).beberapa teknologi baru(varietas baru )disampaikan ke petani melalui benih bermutu.kualitas benih varietas unggul harus diketahui baik sebagai komponen sebagai komponen kunci didalam paket input yang dibutuhkan untuk memperbaiki produksi tanaman maupun sebagai katalis untuk mengeksploitasi teknologi baru dalam produksi tanaman.Untuk memenuhi permintaan,benih tidak dapat diproduksi secara mendadak atau secara langsung,tetapi memerlukan perencanaan yang baik. Perencanaan dan penanganan yang kurang baik dapat merugikan produksi benih.
Pemuliaan tanaman yang aktif dan produktif merupakan dasar untuk industri benih.varietas baru yang dilepas harus sampai kepetani atau kebun dengan sifat sifat yang unggul(produksi tinggi,resisten tehadap hama dan penyakit utama dll).keaslian kultival atau klon dapat dijamin melalui pengawasan mutu yang ketat yang merupakan komponen industri benih.
berdasarkan teknologi yang digunakan industri benih dapat dibagi menjadi lima tingkat yaitu:
1. industri benih tingkat satu,teknologi yang digunakan sederhana,pembersihan benih hanya menggunakan tampah.
2. industri benih tingkat dua.industri menggunakan mesin mesin pembersih seperti”air screen cliner”.
3. industri benih tingkat tiga.industri ini melaksanakan pemilahan bemnih yang sudah bersih.setelah dibersikan benih ipilah berdasarkan besar,panjang,lebar,tebal atau berat butoiran.industri benih ini benih yang prima.
4. industri benih tingkat empat.industri ini selau berhubungan dengan kegiatan lembaga penelitian dan pengembangan disamping proses produksinya seperti industri tingkat tiga.
5. industri benih tingkat lima. Industri ini memiliki kemampuan untuk memproduksi benih hasil litbang sendiri. Kegiatan penelitian dan pengembangan disini,selain memproduksi hibrida yang selalu diperbaharui,juga melakukan penelitian dan pengembangan bioteknologi. Industri benih tingkat lima menerapkan teknologi sangat canggihdan m,emeiliki kemampuan dalam mengusahankan rekayasa genetik sehingga benih yang dihasilkan memiliki keunggulan yang sangat spesifik. Industri benih tingkat lima tidak memerlukan lembaga sertifikasi eksternal karena program sertifikasnya diakreditasi sehingga kebenaran informasi mutunya terpercaya(sadjad 1997).
Berdasarkan dasar usahanya industri benih dapat dibgi menjadi;
1). Usaha perbenihan kecil (UPK),yaitu usaha benih yang dikelola oleh rakyat dan relatif kecil serta pemasarannya terbatas pada daerah setempat. Kelompok ini mungkin dapat disamakan dengan industri benih tingkat satu.
2). Usaha perbenihan besar (UPB),yaitu usaha benih yang dilakukan oleh perusahaan atau koperasi dengan skala yang relative besar dan jangkauan pemasaran yang lebih luas (Direktorat bina perbenihan,1998).
3). Untuk benih “ortodoks”,kelompok ini bias digolongkan pada industri benihtingkat IIV seperti untuk benihkapas,rosella,kenap,yute,linum,wijen,bungamatahari,jarak,ketumbar,jinten,adas dan juga jambu mete asal teknologinya disesuaikan.
Untuk UPK dan UPB biasanya dilakukan oleh lembaga lembaga penelitian,sedangkan untuk usaha usaha ketiga dan keempay bias dilakukan oleh pengusaha baik pemerintah atau swasta. Bila usaha usaha tersebut suda terlaksana dengan baik sesuai persyaratan maka usaha-usaha tersebut suda dapat dianggap sebagai suatu industri benih.
Dinegara maju benyak tanaman kehutanan yang telah diproduksi melalui pembuatan benih sintetik Leluet,at al,1994;Rout at el,1995).untuk produksi masal digunakan bioreactor yang dapat menghasilkan bibit berjut juta banyaknya hanya dalam wada tertentu saja. Melalui bioreactor embrio somatic dapat menggandakan diri sebanyak banyaknya secar berkelanjutan.Nutrizi,zat pengatur tumbuh,dan oksigen diberikan secara otomatis yang telah deprogram dalam computer. Banyak harapan telah dijanjikan oleh bioteknologi untuk produksi benih sintetik dalam memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar,seragam dan kemurniannya tinggi.

V. KARAKTERISTIK BENIH TANAMAN INDUSTRI
Benih tanaman industridapat dikelompokkan menjadi benih ortodoks Rekalsitran,danbenih intermediate (antara).Pengelompokan tersebut didasarkan atas kepekaannya pengeringan dan suhu.benih”ortodoks”relatiftoleran/tahanterhadappengeringan,benih”rekalsitran”peka terhadap pengeringan,sedangkan benih”intermediate”berada antara kedua sifat”ortodoks”dan ”rekalsitran”.
Benih ”ortodoks”umumnya dimiliki oleh species species tanaman tahunan,dua tahunan(”bienial”) dengan ukuran benih yang kecil.benih”ortodoks” tahan pengeringan sampai kadar air mencapai 5% dan dapat disimpan pada suhu rendah.daya simpan benih dapat diperpanjang dengan menurunkan kadar air dan suhu.dan palma lainnya.kelompok tanaman ini menghasilkan benih yang tidak perna kering pada tanaman induknya,bila gugur benih masih dalam kondisi lembab dan akan mata bila kadar air kritis.Walaupun benih disimpan dalam kondisi lembab daya hidup relatif pendek,dari beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung spesiesnya.Benih”Rekalsitran”dimiliki oleh tanaman pohin pohonan.sedangkan kelompok lain yang diperbanyak secara vegetatife adalah,lada,vanili,nilem,serai wangi,akar wangi,empon empon,serta tanaman pohon pohonan seperti,jambu mete,tamain,kapas,kayu manis dan pala.








Tabel : Sifat sifat benih beberapa spesies tanaman industri
Spesies tanaman Sifat benih

1. Tembakau (Nicotiana tabacum) Ortodok
2. Kapas (Gossypium hirsutum) Ortodok
3. Rosella (Hibiscus sabdariffa) Ortodok
4. Bunga matahari (Heliantus annuus) Ortodok
5. Kanola (Chartamus tinctorius) Ortodok
6. Wijen (Sesammum indicum) Ortodok
7. Jarak (Ricinus commonis) Ortodok
8. Jambu mete (Anacardium occidentale) Ortodok
9. Asam (Tamarindus indica) Ortodok
10. Terong KB (Solanum khasianum) Ortodok
11. Obat ketahanan tubuh (Echinacea agustifolia) Ortodok
12. Ketumbar (Coriadrum sativum) Ortodok
13. Som jawa (Talinum paniculatum) Ortodok
14. Adas (Foenicilum vulgarae) Ortodok
15. Cengkeh (Eogenia aromaticca) Rekalsitran
16. Pala (Myristica fragrans) Rekalsitran
17. Kayu manis (Cinamomum zeylanicum) Rekalsitran
18. Kapolaga (Cardamomum) Rekalsitran
19. Kapuk (Ceiba pantandra) Rekalsitran
20. Katuk (Saurapus androgynus) Rekalsitran
21. Kola (Cola nitida) Rekalsitran
22. Kelapa sawit (Cocos nucifera) Rekalsitran
23. Kemiri (Aleurites fordii,A.montana) Rekalsitran
24. Kenanga /ylang ylang (Canangium odoratum) Rekalsitran
25. Makadamia (Macadamia integrifolia) intermediate

VI. KONDISI PERBENIHAN YANG DIHARAPKAN KE DEPAN
Agar keberlanjutan ketersediaan benih bermutu lebih terjamin, kebijakan perbenihan harus kondusif bagi investasi swasta (Gambar 1). Kebijakan itu mempertimbangkan produktivitas, efisiensi, profitabilitas, mutu, keberlanjutan, daya saing, dan orientasi pasar. Kebijakan juga perlu mempertimbangkan perbedaan penanganan benih strategis-komersial, benih strategis-nonkomersial, benih nonstrategis-komersial, dan benih nonstrategis- nonkomersial.









Gambar 1. Diagram Peran Pemerintah dan Swasta dalam Penanganan Benih.

Lingkungan litbang perbenihan perlu mendapat iklim yang lebih kondusif. Hanya dengan begitu maka perbenihan nasional akan mempunyai dasar yang kuat untuk tumbuh lebih produktif, baik di sektor publik maupun swasta. Segala bentuk peraturan dan perundangan yang tumpang tindih, belum saling mendukung, bahkan kontradiktif, selayaknya ditinjau kembali secara komprehensif. Salah satu dampak yang diharapkan adalah keterkaitan dan sinergi litbang yang lebih harmonis dan produktif antara lembaga publik dengan perusahaan swasta. Penetapan berbagai kebijakan pemerintah perlu memahami bahwa setiap bisnis, termasuk dalam perbenihan, harus menguntungkan bagi pelakunya agar berkelanjutan. Kebijakan seperti itu akan merangsang partisipasi swasta untuk ikut berperan menumbuhkan perbenihan nasional yang sehat. Kebijakan yang dimaksud meliputi (1) Pembinaan Produksi dan Pemasaran, (2) Pengendalian Mutu, (3) Uji BUSS dan Penyidik PVT, (4) Laboratorium Uji Karantina, (5) Permodalan, (6) Kelembagaan Badan Benih Nasional, dan (7) Perbaikan Sistem

VII. HAMBATAN DAN TANTANGAN
Kendala belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional antara lain, adalah:
(1) lemahnya pemahaman tentang manfaat UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT, baik di kalangan para pengusaha maupun di kalangan para pejabat,
(2) masih lemahnya permodalan, karena belum adanya skema perkreditan untuk usaha penelitian pembuatan varietas unggul dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional,
(3) pemahaman tentang industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional,baik pengertian dalam pembangunan pertanian yang mensejahterakan dan langgeng, masih lemah dan beragam,
(4) Nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawanperbenihan dan perbibitan masih perlu dibangkitkan,
(5) belum ada kelembagaan pemerintah dan swasta yangfokus, terarah dan konsisten membangun dan mengembangkan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional,
(6) hambatan struktural dalam proses perlindungan varietas,
(7) dirasakan masih kurangnya minat para pemulia dan teknolog perbenihan untuk terjun ke dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional.
Kendala-kendala tersebut harus dicarikan pemecahannya dan dilaksanakan dengan baik sehingga industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tumbuh dan bangkit, serta menghasilkan varietas/ jenis unggul baru dengan cepat dan sebanyak-banyaknya untuk berbagai komoditi di berbagai wilayah yang spesifik, terjangkau dan disukai oleh produsen produk pertanian, disukai konsumen industri yang lebih hilir dan disukai oleh konsumen masyarakat pengguna. Apabila hal tersebut terwujud, maka kesejahteraan petani akan meningkat secara keseluruhan. Kondisi tersebut akan membantu dalam pemerataan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Kendala pertama tentang lemahnya pemahaman manfaat UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT. Nampaknya perlu adanya perubahan strategi dalam sosialisasi PVT. Lebih diarahkan ke simpul-simpul penentu, sehingga akan berdampak lebih cepat, yaitu sosialisasi di kalangan pejabat dan pengusaha, serta organisasiorganisasi profesi yang terkait dengan industri perbenihan/perbibitan.
Kendala kedua, lemahnya permodalan. Tidak dapat disangkal bahwa industri perbenihan/perbibitan merupakan industri pertanian hulu yang paling beresiko dan bersifat khusus karena menyangkut benda hidup, yaitu tanaman dan hewan ternak, serta sifatnya sangat spesifik. Berlainan sifatnya dengan industri pangan dan industri manufaktur, serta pada taraf produksi komoditi. Industri perbenihan/perbibitan yang utuh, tidak parsial, membutuhkan taraf penelitian dalam membentuk varietas unggul baru yang bermutu, memakan waktu lama untuk memperoleh “return” dan beresiko tinggi, serta peluang sukses tidak terlampau besar. Oleh karena itu dalam sistem perbankan nasional belum pernah atau jarang yang memberikan kredit pada usaha ini. Padahal dewasa ini Bank Indonesia sedang kerepotan memikirkan bagaimana menyalurkandana yang tersimpan 150–160 triliun rupiah di dalam perbankan nasional kita. Sebaiknya dana tersebut sebagian disalurkan ke sektor riil di bidang pertanian, yaitu investasi dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Untuk itu Bank Indonesia diharapkan dapat merekayasa skema (scheme) perkreditan khusus untuk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, baik untuk tanaman (semusim, tahunan, tanaman kehutanan, hortikultura), maupun untuk hewan ternak.
Kendala ketiga, pemahaman dan beragamnya pengertian industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Harus ada pemahaman yang sama tentang industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Saya menawarkan pengertian tersebut seperti apa yang dituliskan pada halaman pertama, saya ulang kembali :Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya dan memasarkannya, baik dalam satu wadah kelembagaan usaha yang utuh, ataupun kelembagaan usaha parsialnya, seperti penangkar dan lain-lain, yang mampu memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional secara bijak dan lestari.
Kendala keempat, nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawan perbenihandan perbibitan masih lemah untuk membangun ekonomi negara melalui pembangunan industri perbenihandan perbibitan swasta nasional. Daya juang dan spirit berkorban dalam membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional perlu dibangkitkan. Tanpa membangkitkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawan benih/bibit, sulit untuk membangun pertanian nasional Indonesia yang mampu memberi makan bangsa dan dunia, maupun pensuplai bahan-bahan produk pertanian untuk industri nasional dan dunia. Kecenderungan kegiatan mereka untuk impor benih adalah besar. Berlainan dengan para industriawan kedelai di Amerika Serikat, mereka dalam tahun 1980 bertekad untuk menguasaikedelai dunia dan produk-produk kedelai yang dihasilkan oleh industri mereka. Kebijakan impor benih dan bibit harus bertumpu kepada kepentingan nasional dalam membangkitkan dan menumbuhkan industri benih nasional. Industri benih/ bibit multinasional digandeng dan diajak turut serta dalam membangun industri perbenihan swata nasional. Dalam kaitan ini pembatasan impor benih padi hibrida selama dua tahun, seyogyanya dibarengi dengan menumbuhkan kerjasama antara pengusaha benih padihibrida asing dengan pengusaha perbeniha padi hibrida nasional dengan cara, selama menunggu dua tahun, mereka membina usaha nasional dengan mengalihkan teknologi dan setelah dua tahun padi hibrida tersebut harus diproduksi di dalam negeri.
Kendala kelima, adalah belum ada kelembagaan pemerintah dan swasta yang fokus, terarah dan konsisten membangun dan mengembangkan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Selama ini yang sangat gencar ditangani oleh pemerintah adalah bagaimana memproduksi benih dan bibit dan bagaimana mengedarkannya sampai kepada petani produsen. Pengaturan dan aturan mengenai hal ini sangat lengkap dan komprehensif. Akan tetapi kelembagaan yang menangani secara khusus dan komprehensif dan konsisten dalam pembentukan dan pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional swasta nasional, belum ada, kalaupun ada amat terbatas, masih dalam taraf sub dinas, itupun belum merata di seluruh Direktorat Jenderal. Mengingat peran kelembagaan industri benih/bibit swasta yang sangat vital dalam urutan kegiatan pembangunan pertanian, maka seyogyanya Pemerintah menanganinya seperti seriusnya dalam penanganan perbenihan. Demikian juga organisasi profesi seperti MPPI harus dengan giat bekerjasama dengan Pemerintah mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. Kendala keenam, yaitu hambatan struktural dalam proses perlindungan varietas tanaman. Dalam kaitan ini karena Kantor Pusat PVT masih baru dan masih menghadapi banyak kendala-kendala dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya menghadapi, misalnya, mahalnya biaya proses pemeriksaan uji BUS, sehingga daya tarik untuk mendaftar menjadi terkendala. Kendala ketujuh, masih kurangnya minat para pemulia dan teknolog perbenihan/ perbibitan untuk terjun kedalam praktek industri perbenihan/perbibitan swasta nasional, terutama tenaga pemulia senior, baik yang ada di perguruan tinggi, apalagi yang ada di kelembagaan penelitian pemerintah. Sebenarnya sudah cukup banyak lulusan Sarjana S1 dan S2 yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi Nasional, yang cukup baik untukmembantu melaksanakan kegiatan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. Namun terkendala oleh sistem insentif yang belum memadai dibanding bila bekerja pada industri perbenihan/ perbibitan swasta multinasiona






VIII. UPAYA MENGATASI HAMBATAN INDUSTRI BENIH
Upaya mengatasi hambatan pembangunan industri perbenihan yakni melalui
(1) peningkatan koordinasi semua elemen perbenihan nasional secara menyeluruh,
(2) penyiapan kebijakan yang memberi prioritas tinggi kepada pembangunan industri benih,
(3) peningkatan sumber daya manusia di bidang perbenihan,
(4) pembangunan prasarana yang terkait dengan produksi dan peredaran benih,
(5) penyediaan kemudahan akses modal, dan (6) penyediaan teknologi dan informasi untuk peningkatan mutu dan peredaran benih












IX. KESIMPULAN
1. Industri perbenihan merupakan salah satu industri bibit yang sangat penting di sektor pertanian.
2. Perlindungan varietas tanaman (PVT) bertujuan untuk membangun industri perbenihan dan perbibitan nasional melalui pemanfaatan potensi sumber daya manusia dan alam di Indonesia.
3. industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi,
4.

























DAFTAR FUSTAKA

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0808/02/opi01.html

file:///C:/Documents%20and%20Settings/User/Local%20Settings/Application%20Data/Microsoft/CD%20Burning/BENIH/PERMASALAHAN%20BENIH.htm.

Anonim, 1987. Evaluasi Bibit dalam Pengujian Daya Tumbuh Laboratorium

_____,1992. Teknologi Benih. PT. Rinneka Cipta, Jakarta.

_____,1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

_____,2000. Pedoman Umum Analisis Mutu Benih. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Bina Perbenihan, Jakarta.

Baihaki, A 1996. Prospek penerapan “Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno ,Hari Bowo, B. Priyanto, Nova Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.

Baihaki, A 1996. Prospek penerapan “Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno ,Hari Bowo, B. Priyanto, Nova Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.

Badan Agribisnis. 1995. Pedoman Mutu 02. Modul V: Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Terpadu Komoditi Pangan. Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta.

Badan Benih Nasional. 2004. Peranan Badan Benih Nasional. Departemen Pertanian, Jakarta

Badan Benih Nasional. 2004. Peraturan Perbenihan Tanaman. Departemen Pertanian, Jakarta

Badan Litbang Pertanian. 2003. Pedoman Umum Pengelolaan Benih Sumber Tanaman. PDN No.1, tahun 2003.

Badan Standardisasi Nasional. 2001. Sistem ManajemenMutu-Persyaratan. SNI 19-9001-2001.

Badan Standardisasi Nasional. 2001. SistemManajemen Mutu-Panduan untuk Perbaikan Kinerja. SNI 19-9004-2002.

Biro Hukum dan Humas Departemen Pertanian. 2003. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Perbenihan Tanaman. Departemen Pertanian, Jakarta

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1988. Pedoman Sertifikasi Benih. Cetak Ulang. Departemen Pertanian, Jakarta

J. Rachman Hidajat, J.R., 2008. Konsepsi Revitalisasi Sistem Perbenihan Tanaman. Diakses pada : http://www. Racham.com

Camacho-Bustos, S. 1987. Managing Fruit-tree Nurseries. International Agricultura
Development Service 6p.

Departemen Pertanian, 2001. Undang-undang RI nomer 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Hadi S. dan Baran, W. , 1995. Keterkaitan dunia pendidikan tinggi dengan industri perbenihan dalam penyediaan pangan nasional. Prosiding Seminar Sehari Perbenihan menghadapi Tantangan Pertanian Abad XXI. Keluarga benih vol.VI(1):25-34.

Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih. Rinneka Cipta Saputra, Jakarta.

Kuswanto, H., 1994. Produksi dan distribusi benih. Forum komunikasi dan antar peminat dan ahli benih. Balittas. Malang.

Qamara, W., dan A, Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.

Sadjad, S. 1981. Peranan benih dalam usaha pengembangan palawija 1. Buletin Agronomi XII (1): 12-15.

Sumarno, D. M. Arsyad, dan I. Manwan. 1990. Teknologi usaha tani kedelai. Risalah Lokakarya Pengembangan Kedelai.Puslitbangtan Bogor, Hal. 23-49.

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Wahyu, Q., dan Asep S., 1995a. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.

Wirawan, B., dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya, Jakarta.

MUTU BENIH DAN HAMBATAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH BERMUTU


Oleh : AJANG MARUAPEY

I. PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian bertujuan meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan untuk mencapai swasembada pangan, meningkatkan produksi tanaman industri dan tanaman ekspor, mewujudkan agroindustri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, serta berusaha meningkatkan pendapatan petani. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, tidak dapat dihindari dari penggunaan benih unggul yang merupakan mata rantai pertama dalam proses budidaya tanaman. Jika benih yang digunakan tidak memiliki kualitas yang tinggi maka tanaman tidak akan memberikan hasil yang tinggi pula. Dalam kegiatan budidaya tanaman, benih menjadi salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan. Peningkatan produksi pertanianpun banyak ditunjang oleh peran benih bermutu. Meski program perbenihan nasional telah berjalan sekitar 30 tahun, tetapi ketersediaan benih bersertifikat belum mencukupi kebutuhan potensialnya.

Salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya tingkat ketersediaan benih bermutu adalah tingkat kesadaran petani untuk menggunakan benih yang berkualitas tinggi masih sangat kurang. Pada umumnya petani hanya menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dijadikan sebagai benih untuk musim tanam berikutnya. Benih tersebut tentu saja tidak terjamin mutunya. Hal ini disebabkan karena petani tidak mampu membeli benih yang dianggap mahal dan terjadinya penurunan kepercayaan petani akan mutu benih yang bersertifikat, dimana tidak ada kesesuaian antara isi label dengan kenyataan di lapangan. Hal ini tentu menimbulkan berbagai masalah, antara lain pemborosan devisa negara dan sulit pula untuk mengawasi mutu benih yang dipakai dalam usahatani.

Benih menjadi salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman. Menurut FAO, peningkatan campuran varietas lain dan kemerosotan produksi sekitar 2,6 % tiap generasi pertanaman merupakan akibat dari penggunaan benih yang kurang terkontrol mutunya. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan budidaya karena bebas dari serangan hama dan penyakit, tanaman akan dapat tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan dan berbagai faktor tumbuh lainnya. (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih yang digunakan tidak bermutu maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih bermutu diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan panen.

Pentingnya penggunaan benih bermutu merupakan salah satu unsur panca usaha pertanian yang utama dalam upaya peningkatan produksi karena tanpa penggunaan benih unggul yang bermutu, maka penerapan sarana produksi lainnya akan kurang bermanfaat bahkan menimbulkan kerugian petani (Anonim 1999). Penggunaan benih unggul dalam proses budidaya tanaman, di samping dapat meningkatkan kuantitas produksi juga dapat memperbaiki kualitasnya guna memperoleh calon benih yang bermutu tinggi.

II. MUTU BENIH DAN KOMPONEN NYA

1. Mutu benih

Infut dasar yang paling penting dalam pertanian adalah mutu benih,mutu benih yang baik merupakan dasar bagi produktifitas pertanian yang lebih baik. Benih merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman, karena faktor tersebut ikut menentukan produksi. Kualitas benih itu sendiri akan ditentukan dalam proses perkembangan dan kemasakan benih, panen dan perontokan, pengeringan, penyimpanan benih sampai fase pertumbuhan di persemaian.

Mutu benih adalah hal yang penting dalam usaha produksi benih. Produsen atau pedagang benih yang maju menggunakan mutu sebagai suatu teknik kompetitif sebagaimana harga dan pelayanan. Mutu merangsang ketertarikan konsumen, membantu produsen dan pedagang benih membangun reputasi positif atau kesan yang baik dan menghasilkan konsumen yang puas dan bisnis yang berkelanjutan (Qamara dan Setiawan, 1995).

Qamara dan Setiawan (1995), menyatakan bahwa salah satu kunci budidaya terletak pada kualitas benih yang ditanam. Untuk itu diperlukan benih yang memiliki daya kecambah tinggi, sehat dan murni. Benih yang memiliki persyaratan tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang benar, seragam dan sehat. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih yang ditanam harus bermutu tinggi. Benih yang bermutu tinggi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1) Daya tumbuh minimal 80 %, 2) Mempunyai unsur yang baik yaitu benih tumbuh serentak, cepat dan sehat, 3) Benih murni minimal 99 %, 4) Campuran benih atau varietas lain maksimal 1 %, 5) Sehat, bernas tidak keriput dan umumnya normal serta seragam, 6) Kadar Air 13 % dan 7) Warna benih terang dan tidak kusam. Selanjutnya dikatakan bahwa program perbenihan menitikberatkan pada penggunaan benih tepat mutu yang ditunjukkan pada labelnya. Agar tidak tertipu oleh label benih, para pengguna benih (terutama petani) hendaknya memahami tentang mutu benih dari komponen-komponennya yang dicantumkan di dalam label benih.

Penggunaan benih bermutu akan memberi banyak keuntungan bagi petani diantaranya akan mengurangi resiko kegagalan budidaya karena benih bermutu akan mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari serangan hama penyakit sehingga dengan demikian hasil panen dapat sesuai dengan harapan (Qamara dan Setiawan, 1995). Sedangkan menurut Hill (1979) dalam Kartasapoetra (1992), bahwa pemakaian benih berkualitas tinggi dapat memberi hasil yang diharapkan, yang menyangkut peningkatan kualitas dan kuantitas produksinya.

2. Komponen Mutu Benih

Mutu benih adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh benih, yang menunjukkan kemampuan untuk memenuhi standar yang ditentukan. Mutu benih adalah sejumlah atribut dan kerakter benih yang ditunjukkan secara indifidual atau kelompok. Kualitas atau mutu benih dapat dibagi atas 4 bagian besar, yaitu:

1. Mutu Fisik

2. Mutu Fisiologis

3. Mutu Genetik

4. Mutu Pathologis

a. Mutu fisik benih

Mutu fisik benih ini berkaitan dengan kondisi fisik benih secara visual, seperti warna, ukuran, bentuk, bobot dan tekstur permukaan kulit benih. Tolak ukur yang dijadikan kriteria adalah keseragaman. Sifat-sifat lain yang diamati adalah tingkat keutuhan benih (tolak ukur; tingkat kerusakan benih), tingkat kelembaban benih (tolok ukur; kadar air benih), dan tingkat kontaminasi benda lain (tolok ukur; kemurnian mekanis benih).

b. Mutu fisiologis benih

Mutu fisiologis benih berkaitan dengan aktivitas perkecambahan benih, yang di dalamnya terdapat aktivitas enzim, reaksi-reaksi biokimia serta respirasi benih. Parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui mutu fisiologis benih ini adalah viabilitas benih serta vigor benih. Tolak ukur viabilitas benih yaitu Daya Berkecambah (DB) dan Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), sedangkan tolak ukur vigor benih yaitu Daya Simpan Benih dan Kekuatan Tumbuh Benih (KecepatanTumbuh Benih).

c. Mutu genetik

Benih Mutu benih secara genetik ini barkaitan dengan susunan kromosom dan DNA benih serta jenis protein yang ada dalam benih, dengan tolak ukur kemurnian genetis benih. Selain itu, tolak ukur lain adalah kemurnian mekanis benih yaitu persentase kontaminasi jenis atau varietas lain.

d. Mutu pathologis benih

Tolak ukur dari mutu pathologis benih yang biasa diginakan adalah status kesehatan benih. Hal-hal yang diamati untuk mengetahui status kesehatan benih ini adalah keberadaan serangan pathogen, jenis pathogen, dan tingkat serangan pathogen.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa mutu suatu benih dapat dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut : kebenaran varietas, kemurnian benih, daya hidup (daya kecambah dan kekuatan tumbuh), serta bebas dari hama dan penyakit.

Pada umumnya dipakai standar minimum sebagai dasar dari klasifikasi atau penununtun pengkuran untuk menentukan tinggi rendahnya mutu suatu benih yaitu untuk kriteria benih murni, daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Sedangkan standar maksimum digunakan untuk kadar air benih, persentase biji tanaman lain, gulma dan kontaminan-kontaminan lain serta hama dan penyakit pada benih. Kegagalan benih untuk memenuhi satu atau lebih dari kriteria tersebut di atas dapat dianggap menunjukan sebagai benih yang mutunya kurang baik.

III. PENGENDALIAN MUTU BENIH DAN KOMPONENNYA

1. Pengendalian Mutu Benih

Dalam industri benih, pengendalian mutu memiliki tiga aspek penting, yaitu: (1) penetapan standar minimum mutu benih yang dapat diterima, (2) perumusan dan implementasi sistem dan prosedur untuk mencapai standar mutu yang telah ditetapkan dan memeliharanya, dan (3) pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi sebab-sebab adanya masalah dalam mutu dan cara memecahkannya. Aspek pertama merupakan kewajiban lembaga pengawas benih, yang di Indonesia secara operasional berada di tangan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Pengendalian mutu oleh pihak ini disebut juga pengendalian mutu eksternal. Aspek kedua dan ketiga merupakan kewajiban produsen benih yang disebut pula dengan kegiatan pengendalian mutu internal.

Pengendalian mutu merupakan salah satu teknik pengelolaan yang paling menentukan dalam bisnis benih. Tetapi, hal ini sering tidak dipandang sebagai sumber daya oleh produsen benih, kecuali oleh perusahaan benih yang besar. Pengendalian mutu merupakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan oleh produsen benih kecil sekalipun.

Gagasan mutu tinggi dan konsep aplikasi pengendalian mutu harus merasuk ke semua fase bisnis benih dan tidak terbatas pada keinginan sementara saja serta sedikit pengujian rutin setelah benih berada di penyimpanan atau saluran pemasaran. Kepedulian tentang mutu benih dan tindakan untuk menjamin bahwa standar tercapai dan terpelihara dimulai dengan seleksi benih untuk ditanam, kemudian meluas melalui budidaya, pemanenan, pengeringan, pengolahan (pembersihan), penyimpanan, dan distribusi, dan berakhir dengan keragaan benih yang memuaskan di lapangan produksi petani.

Teknik pengawasan mutu bukan merupakan hal yang asing bagi produsen benih dan pedagang benih. Tetapi umumnya, kegiatan ini sering dilakukan secara tidak menyeluruh di setiap aspek kegiatan produksi benih, sejak penyiapan lapang produksi sampai benih siap disalurkan. Mutu benih yang jelek kebanyakan sering merupakan hasil dari tidak melakukan sutu kegiatan atau melakukannya dengan tidak benar. Pengendalian mutu semestinya mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang diarahkan pada pencapaian standar mutu menjadi usaha yang komprehensif, sistematis, dan berkelanjutan. Pengendalian mutu berurusan dengan perhatian dan upaya pada berbagai kegiatan yang termasuk dalam bisnis benih. Prosedur yang digunakan dalam mengendalikan mutu berkisar dari yang sederhana, seperti pengontrolan sewaktu-waktu terhadap gulma yang berbahaya, sampai yang kompleks, seperti perancangan ulang sampai tuntas atas sistem penanganan dan pengangkutan benih untuk meminimumkan kerusakan benih. Pengendalian mutu berusaha menghindarkan timbulnya masalah atau, jika masalah itu tidak dapat dihindarkan, mengurangi pengaruhnya.

Perilaku atau cara pengelolaan merupakan faktor dalam mengembangkan program pengendalian mutu yang efektif. Tidak mungkin membangun suatu jenis program pengendalian mutu, kecuali jika pengelolaan terikat pada standar mutu tertentu. Keterikatan ini harus sungguh-sungguh dan konsisten. Sering terjadi bahwa pengelolaan hanya memberikan perhatian pada mutu ketika timbul masalah yang serius, bahkan dibarengi dengan banyak keluhan, atau ketika ada hal-hal yang tidak memuaskan. Tetapi, jika musim tanam telah berakhir dan masalah telah teratasi, maka semua perhatianpun berakhir; masalah yang timbul dilupakan sehingga menjadi masalah lagi dan menimbulkan situasi yang sama pada musim berikutnya.

Mutu benih terdiri dari banyak atribut atau sifat benih. Dipandang dari individu benih, sifat-sifat itu mencakup kebenaran-varietas, viabilitas, vigor, kerusakan mekanis, infeksi penyakit, cakupan perawatan, ukuran, dan keragaan. Jika dipandang dari populasi benih yang membentuk kelompok (lot), sifat-sifat mutu mencakup kadar air, daya simpan, besaran kontaminan (benih gulma dan tanaman lainnya), keseragaman lot, dan potensi keragaan. Benih bermutu tertinggi adalah benih yang murni genetis, dapat berkecambah, vigor, tidak rusak, bebas dari kontaminan dan penyakit, berukuran tepat (jika perlu), cukup dirawat (untuk jenis-jenis yang perlu dirawat), dan secara keseluruhan berpenampilan baik. Mutu yang ideal ini jarang tercapai. Agar lot benih memenuhi semua spesifikasi yang ideal, maka ditetapkan adanya standar mutu minimum. Standar minimum ini bukanlah tujuan, tetapi merupakan taraf terendah dari berbagai sifat mutu yang dapat diterima. Adapun tujuannya adalah berupa mutu yang tertinggi.

Mutu benih adalah hal yang paling penting dalam usaha produksi benih. Produsen atau pedagang benih yang maju menggunakan mutu sebagai suatu teknik kompetitif sebagaimana harga dan pelayanan. Mutu merangsang ketertarikan konsumen, membantu produsen dan pedagang benih mengembangkan reputasi yang positif atau kesan yang baik, dan menghasilkan konsumen yang puas dan bisnis yang berkelanjutan.

Program pengendalian mutu sebagian besar didasarkan pada pemerikan, pengambilan contoh yang terjadwal tepat, pengujian dan interpretasi hasil pengujian. Karena produsen benih kebanyakan harus tergantung pada laboratorium pengujian benih untuk informasi yang diperlukan agar pengendalian mutu berjalan, maka pemahaman atas hasil pengujian benih juga sangat penting. BPSB menyampaikan hasil dari pengujian tanpa memberikan komentar atau saran atas hasil pengujian itu. Karena itu, produsen benih harus dapat menginterpretasi hasil pengujian itu, yang lazimnya dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas pengendalian mutu.

2. Komponen Pengendalian Mutu benih

Berikut ini disampaikan komponen-komponen dalam pelaksanaan pengendalian mutu yang harus diperhatikan oleh produsen benih. Pengendalian mutu tidak lebih dari memberikan perhatian atas operasi dan prosedur yang penting dalam melaksanakan bisnis benih; kualifikasi benih yang akan dihasilkan dapat dicek secara periodik sehingga dapat ditentukan apakah akan memenuhi standar dan dapat dipertahankan.

a. Sumber Benih

Kemurnian varietas dari suatu pertanaman untuk menghasilkan benih tidak akan lebih baik daripada kemurnian benih yang ditanam, bahkan dapat lebih jelek. Penggunaan benih yang murni varietas dan bebas dari benih gulma merupakan langkah pertama dalam pengendalian mutu. Jika benih akan diberi sertifikat, maka sumber benih harus tertentu kelasnya dan diperiksa oleh BPSB. Jika bukan benih bersertifikat akan dihasilkan, penggunaan benih sumber berkelas sebar merupakan cara terbaik untuk menjaga kemumian varietasnya.

b. Lahan

Lahan yang digunakan untuk produksi benih harus subur, berdrainase baik dan cukup bebas dari gulma, terutama gulma yang sulit dipisahkan dari benih yang akan diproduksi. Lahan harus tidak ditanami sebelumnya dengan varietas yang berbeda atau lahan harus bera. Dalam hal lahan sebelumnya ditanami dengan varietas yang berbeda, maka hendaknya diikuti persyaratan pemberaan yang telah diatur oleh BPSB, walaupun bukan benih bersertifikat akan dihasilkan. Hal ini dimaksudkan agar pertanaman dapat terbebas dari tanaman voluntir.

c. Penanaman

Alat atau mesin tanam harus bersih sebelum diisi dengan benih yang akan ditanam. Usahakan agar hanya menanam satu varietas setiap harinya. Jika lebih dari satu varietas akan ditanam pada hari yang sama di lahan yang berbeda, bisa terjadi kesalahan mengisi alat tanam dengan satu atau dua kantong benih yang berbeda sehingga menyebabkan penanaman varietas yang berbeda di lahan yang sama. Dalam produksi benih legum, misalnya, benih yang akan ditanam mungkin perlu diinokulasi, tergantung pada jenisnya dan kondisi lahan. Benih harus disisakan kira-kira 0,5 kg untuk disimpan. Hal ini perlu untuk pengujian ulang jika ternyata benih tidak tumbuh dengan memuaskan. Pencatatan kualifikasi benih yang ditanam sebaiknya dilakukan, atau hal ini dapat ditempuh dengan menjaga label benih tidak terlepas dari kantongnya.

d. Isolasi

Jarak antarvarietas hendaknya memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan BPSB walaupun bukan benih bersertifikat yang akan dihasilkan. Produsen benih dapat menggunakan isolasi jarak atau isolasi waktu tergantung kebutuhan atau situasi lapangan. Persyaratan minimum jarak atau waktu isolasi telah diatur oleh BPSB.

e. Teknik Budidaya

Teknik budidaya terbaik hendaknya dilaksanakan, termasuk di dalamnya pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan salah satu kegiatan yang ditekankan dalam prosedur menghasilkan benih bersertifikat.

f. Pemeriksaan Lapang

Petugas yang bertanggung jawab atas pengendalian mutu atau supervisor produksi harus memeriksa lapangan beberapa kali dan melakukan roguing, yaitu: (1) setelah muncul bibit sambil menetapkan status pertanaman, (2) selama musim awal pertumbuhan tanaman sambil mencek keperluan pengendalian gulma dan menilai status pertanaman, (3) pada saat pembungaan untuk mencek kemurnian varietas, dan (4) sebelum panen untuk mencek kemurnian varietas, kehadiran gulma yang berbahaya, dan melaksanakan roguing terakhir.

g. Pemanenan

Alat pemanenan atau ‘kombain’ (combine) harus bersih sekali dan diperiksa sebelum digunakan. Waktu panen sedapat mungkin ditetapkan berdasarkan kadar air benih, terutama jika menggunakan cara mekanis untuk pemanenan. Pemanenan harus dilakukan jika kadar air benih telah sesuai agar benih tidak mengalami kerusakan mekanis. Hindari pemanenan dalam kondisi cuaca hujan atau mendung agar tidak menimbulkan masalah dalam pengeringan. Efektivitas pemanenan harus diperhatikan dengan memeriksa ketepatan fungsi setiap bagian alat pemanen. Walaupun saat ini telah ada kombain yang terprogram komputer, pengamatan hasil kerjanya masih memerlukan campur tangan operator. Selain itu, hendaknya dilakukan pengambilan contoh benih untuk mengukur kadar air dan menyesuaikan penyetelan bagian perontok dari kombain. Kebersihan conveyor, trailer, dan alat lain yang digunakan harus terjamin.

h. Penyimpanan “Lindak” (Bulk Storage)

Setelah dipanen, benih hendaknya ditempatkan dalam penyimpanan lindak yang bersih. Aerasi diperlukan jika kadar air benih cukup tinggi, misalnya 13-14% untuk kedelai. Aerasi diperlukan juga walaupun kadar air benih setinggi 12% atau kurang untuk menghindari adanya ‘titik atau sumber panas’ (hot spot) di dalam massa benih. Contoh benih juga diambil dari simpanan lindak ini dan dikirimkan ke laboratorium untuk diuji kemurnian dan perkecambahannya. Berdasarkan hasil pengujian itu produsen benih harus menetapkan status mutu benihnya dan memutuskan apakah perlu untuk mengolah benih lebih lanjut; langkah-langkah tertentu mungkin diperlukan pada taraf itu agar benih yang telah diuji pada akhirya memenuhi persyaratan.

i. Pengolahan Benih

Alat-alat pengolahan benih harus diperiksa dan dibersihkan dari kontaminan. Alat-alat yang diperlukan hendaknya dipasang dengan benar untuk menekan kehilangan dan mencapai hasil pemilahan yang optimum atau memenuhi standar. Pemilihan alat pemilahan benih yang tepat sangat perlu. Selanjutnya benih harus diambil contohnya dan dikirimkan ke laboratorium untuk penilaian mutunya. Kira-kira 1 kg benih hendaknya disimpan sebagai arsip dan kelompok benih harus dihitung serta ditentukan kebutuhan kantong pengemas dan labelnya.

j. Penyimpanan

Produsen benih pada umumya harus menyimpan benih sebelum disalurkan. Jika kantong-kantong benih tidak diberi etiket (label), usahakan untuk menyimpan benih berdasarkan kelompoknya. Walaupun demikian, penumpukan benih berdasarkan kelompok yang sama sebaiknya dilakukan agar mempermudah penanganannya. Catatan tentang jumlah kantong benih per kelompok harus ada, lengkap dengan posisinya di dalam gudang. Gudang harus bersih dan bebas dari tikus.

k. PemeriksaanTerakhir

Pengambilan contoh benih masih diperlukan sebelum benih didistribusikan, terutama untuk pengangkutan jarak jauh. Hal ini untuk menghindari tuntutan dari konsumen, terutama jika benih telah disimpan cukup lama di dalam gudang, walaupun masih belum kedaluwarsa. Gudang, wadah penyimpanan, dan alat-alat pengolahan, pemanenan, dan penanaman harus dibersihkan pada akhir kegiatan produksi benih di musim yang bersangkutan. Evaluasi harus dilakukan atas pelaksanaan produksi benih yang lalu agar dapat melakukan perbaikan dalam kegiatan di musim berikutnya. Produsen benih disarankan untuk melihat lapang yang telah digunakan; suatu gagasan mungkin akan muncul untuk meningkatkan taraf pengendalian mutu pada masa yang akan datang.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Benih

a. Faktor bawaan ( kemurnian varietas )

b. Faktor fisiologi dan fisik benih

* Tingkat kematangan benih

* Benih harus dipanen dari tanaman yang sudah matang benar

* Tingkat kerusakan mekanis benih

* Tingkat keusangan benih, yaitu hubungan antara vigor awal benih dengan lamanya benih yang disimpan.

* Patogen pada benih, terutama soybean mozaic virus (SMU) serta penyakit virus lainnya

* Ukuran dan berat jenis benih

* Komposisi kimia benih

c. Faktor lingkungan

* Musim tanam

* Kultur teknik

* Waktu panen

* Cara tanam

d. Faktor perlakuan pascapanen

* Cara penimbunan serta lamanya penimbunan brangkasan sebelum pengeringan dan pembijian

* Cara pengeringan

* Keseragaman dan kesehatan benih sebelum disimpan

* Cara pengepakan, khususnya volume dan jenis kemasan

* Suhu dan kelembaban tempat penyimpanan

* Lama, cara, dan proses pengangkutan benih

IV. HAMBATAN DALAM MEMPRODUKSI BENIH BERMUTU

1. Permasalahan

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ketersediaan dan penggunaan benih bermutu (dan berlabel) masih rendah. Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan produksi benih antara lain adalah :

  1. Keterbatasan ketersediaan benih sumber untuk diperbanyak oleh produsen dan penangkar benih
  2. Produsen benih kelas menengah ke bawah umumnya belum mempunyai pemulia sendiri, serta penyilang benih banyak yang belum mempunyai laboratorium kultur jaringan
  3. Keterbatasan modal usaha, sehingga penggunaan input dan sarana produksi terbatas, yang berakibat volume usaha juga tidak optimal.
  4. Keterbatasan varietas benih dalam negeri yang disukai konsumen (sesuai preferensi konsumen), sementara pemohon pelepasan varietas sayuran berasal dari intoduksi (luar negeri) meningkat.
  5. Keterbatasan data supply-demand benih antar daerah dan antar sentra, sehingga jalur dan pemenuhan benih tidak terpantau secara baik.

f. Keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas pengawas benih tanaman.

  1. Keterbatasan dana operasional bagi Balai Benih BPS danPengawan Benih Tanaman

2. Kendala utama

Persoalannya, ketersediaan benih unggul sampai saat ini masih merupakan kendala utama. Benih-benih yang diproduksi masih banyak yang belum memenuhi persyaratan yang dimaui pelanggan. Hal ini turut menyulitkan kiprah agribisnis Indonesia di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam memproduksi benih bermutu sangat tergantung kepada input, proses, dan output.
Input dimulai dari benih sumber (untuk produksi) yang memenuhi standar. Dari situ akan dihasilkan benih penjenis (breeder seed) untuk kemudian diseleksi lagi menjadi benih dasar (fondation seed). Selanjutnya akan dipisahkan benih stok (stock seed) untuk selanjutnya dihasilkan benih sebar (extention seed) yang akan digunakan sebagai benih oleh petani Lebih jauh mengenai benih bermutu, menurut (Udin S Nugaraha Phd 2002),

Benih harus asli dan lulus uji kualitas yang berarti kalau ditanam harus tumbuh. Selain itu benih harus murni. Artinya, tidak tercampur oleh varietas lain atau biji gulma melampaui batas toleransi. Untuk menjamin keaslian harus ada sistem standardisasi baik pada sistem mutu, kompetensi personel, maupun akreditasi laboratorium. Sehingga harus ditekankan bagaimana produsen mampu memperbanyak benih dengan tetap menjaga kualitas. Selain standardisasi, perlu juga diperhatikan mengenai sertifikasi.

Persyaratan benih bermutu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Khusus mengenai benih bersertifikat, ia tidak setuju kalau petani dipaksa harus membeli benih bersertifikat. Yang lebih penting adalah mendorong kesadaran petani untuk menggunakan bibit bermutu. "Akan lebih baik kita membangun budaya peduli mutu di kalangan petani kita, agar mereka siap bersaing nantinya,". Petani juga perlu didorong agar mampu membuktikan diri bahwa mereka bisa memproduksi benih bermutu.

Kepercayaan diri ini penting untuk menghadapi persaingan global. Justru harus banyak diciptakan pulling factor yang membuat petani dan swasta bergairah memproduksi benih bermutu," kata Udin. Misalnya saja saat ini ada permintaan beras instan dan beras bening yang tinggi dari negara-negara Timur Tengah. Atau berkembangnya industri berbahan baku beras seperti industri bihun. Ini tentu merupakan peluang termasuk penyediaan benih-benih yang sesuai dan bermutu Pertanian Maju Dalam pertanian maju, benih tidak hanya semata-mata sebagai bahan tanam, namun juga sebagai sarana pembawa teknologi (delivery mechanism). Varietas unggul dengan karakteristik daya hasil tinggi, resistensi terhadap hama dan penyakit, serta toleransi terhadap keracunan merupakan contoh teknologi yang disalurkan kepada konsumen melalui benih. Dengan demikian produksi benih dalam skala luas dengan mekanisme pengendalian mutu mesti menjadi prioritas. Selain itu untuk menjaga keaslian dan kemurnian varietas selama proses produksi dan distribusi memerlukan keahlian dan manajemen khusus.

Hal ini sebagai antisipasi terhadap perubahan lingkungan global, khususnya untuk komoditas strategis. lalu seberapa besar kontribusi benih terhadap hasil produksi? Kalau hal itu ditanyakan ke ahlinya, secara matematis sulit dihitung. Menurut Udin, komponen terbesar untuk keberhasilan produksi adalah teknologi (intensifikasi). Sedangkan perluasan lahan atau ekstensifikasi tidak sebesar komponen teknologi tersebut Salah satu yang paling menonjol dari komponen teknologi tersebut adalah varietas unggul," ujar Udin. Dan varietas unggul itu sangat tergantung kepada ketersediaan benih dalam skala luas, lanjutnya. Dengan demikian peranan pemuliaan tanaman dan teknologi benih saat ini dan masa mendatang merupakan motor penggerak bagi kemajuan teknologi pertanian Indonesia.

V. PENUTUP

Benih merupakan salah satu faktor utama dalam kegiatan budidaya tanaman yang menjadi penentu keberhasilan. Peningkatan produksi pertanian banyak ditunjang oleh peran benih bermutu. Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih yang digunakan tidak bermutu maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih baik dari penggunaan benih bermutu.

Penggunaan benih bermutu akan memberi banyak keuntungan bagi petani diantaranya akan mengurangi resiko kegagalan budidaya karena benih bermutu akan mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari serangan hama penyakit sehingga dengan demikian hasil panen dapat sesuai dengan harapan. Pemakaian benih berkualitas tinggi dapat memberi hasil yang diharapkan, yang menyangkut peningkatan kualitas dan kuantitas produksinya. Oleh karena itu penyediaan benih unggul yang bermutu hendaknya memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat waktu, tepat jumlah, tepat tempat, dan tepat harga.

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Documents%20and%20Settings/User/Local%20Settings/Application%20Data/Microsoft/CD%20Burning/BENIH/PERMASALAHAN%20BENIH.htm.

Anonim, 1987. Evaluasi Bibit dalam Pengujian Daya Tumbuh Laboratorium Pusat. Sub Direktorat Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta.

_____,1992. Teknologi Benih. PT. Rinneka Cipta, Jakarta.

_____,1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

_____,2000. Pedoman Umum Analisis Mutu Benih. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Bina Perbenihan, Jakarta.

Baihaki, A 1996. Prospek penerapan “Breeder Right” di Indonesia, dalam Sumarno ,Hari Bowo, B. Priyanto, Nova Agustin dan Widi Wiryani (Ed). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Vol V. (9):1-16. Univ.Pembangunan Nsional. Surabaya.

Camacho-Bustos, S. 1987. Managing Fruit-tree Nurseries. International Agricultura

Development Service 6p.

Departemen Pertanian, 2001. Undang-undang RI nomer 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Hadi S. dan Baran, W. , 1995. Keterkaitan dunia pendidikan tinggi dengan industri perbenihan dalam penyediaan pangan nasional. Prosiding Seminar Sehari Perbenihan menghadapi Tantangan Pertanian Abad XXI. Keluarga benih vol.VI(1):25-34.

Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih. Rinneka Cipta Saputra, Jakarta.

Kuswanto, H., 1994. Produksi dan distribusi benih. Forum komunikasi dan antar peminat dan ahli benih. Balittas. Malang.

Qamara, W., dan A, Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.

Sadjad, S. 1981. Peranan benih dalam usaha pengembangan palawija 1. Buletin Agronomi XII (1): 12-15.

Sumarno, D. M. Arsyad, dan I. Manwan. 1990. Teknologi usaha tani kedelai. Risalah Lokakarya Pengembangan Kedelai.Puslitbangtan Bogor, Hal. 23-49.

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Wahyu, Q., dan Asep S., 1995a. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta.

Wirawan, B., dan Sri Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya, Jak